Sila Tersial?

    Author: Ghozali Saputra Genre: »
    Rating

    Pancasila menurut KBBI adalah dasar negara serta falsafah bangsa dan negara Republik Indonesia yang terdiri atas lima sila. Panca berarti lima dan sila berarti dasar. Maka, pancasila merupakan lima poin penting yang mendasari berdirinya Negara Indonesia. Pancasila sebagai pedoman Bangsa Indonesia diharapakan dapat membuat Indonesia bersatu, makmur, dan sejahtera.

    Pada kenyataanya pancasila tidak dapat membuat Indonesia seperti yang diharapkan. Malahan, sekarang ini Indonesia terasa semakin terperosok dalam jurang kesengsaraan. Banyak sekali masalah yang timbul di Indonesia. Mulai dari masalah-masalah yang klasik seperti korupsi sampai dengan masalah kompleks dalam suatu lembaga keluarga. Saya kira, sila kelimalah sila yang pantas dikatakan sila "tersial".

    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


    Pertama, dari kata ‘keadilan’. Saya rasa ketika kita membicarakan soal keadilan di Indonesia, sudah sangat jelas. Contoh kecil saja, seorang teman saya di fakultas yang sama. Ketika dia ingin mendapatkan nilai terbaik dari Dosen X, maka dia berusaha sebisa mungkin bersikap santun di depan Dosen X. Padahal di depan dosen yang lainnya dia biasa saja. Lalu dia selalu rajin mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh Dosen X. Dia juga selalu aktif menjawab dan bertanya di kelas Dosen X tersebut. Namun, sangat disayangkan ketika nilainya sudah keluar, dia tidak mendapatkan nilai yang dia inginkan. Malah, temannya teman saya yang lain mendapatkan nilai yang sangat maksimal. Teman-teman kelasnya pun juga mempertanyakan hal tersebut pada teman saya ini. Tetapi, teman saya tak bisa memjawabnya. Dia hanya bisa geleng-geleng kepala saja. Begitulah kira-kira keadilan yang terjadi di Indonesia.

    Kedua, kata ‘sosial’. Keadaan sosial yang ada di Indonesia ini sangatlah tumpang tindih. Lihatlah, kelompok-kelompok sosial yang hanya mementingkan tujuannya sendiri tanpa memperdulikan kelompok lainnya. Misalkan, wanita-wanita sosialita yang suka menghambur-hamburkan uangnya. Mereka tak berpikir di tempat lain masih banyak manusia yang sangat membutuhkan uang, makanan, bahkan tempat tinggal yang layak untuk mereka. Para sosialita ini malah sibuk dengan segala tetek-bengek yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk membantu dalam menyejahterakan polemik kehidupan sosial di Indonesia. Menurut Veven Wardhana selaku pengamat budaya, kegiatan sosialita di Indonesia cenderung pada kelompok arisan, barang merah, rumpi, faktor kekayaan, dan proferi mentereng (Indrietta, 2013).

    Ketiga, frase ‘bagi seluruh’. Kata ‘seluruh’ di sini sudah sangat jelas bahwa berarti menyeluruh atau semuanya. Siapapun tidak bisa menggunakan kata seluruh ketika pada kenyataannya hanya sebagian atau kalangan tertentu saja yang  dimaksud.

    Keempat, ‘rakyat Indonesia’. Jelas, orang Inggris bukan orang Indonesia, orang Nigeria bukanlah orang Indonesia. Jadi, orang Indonesia berarti penduduk pribumi yang berasal dari Negara Indonesia sendiri.

    Nah, begitulah kira-kira gambaran sila terakhir pancasila yang menurut saya bisa dikatakan sila yang paling sial. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Banyak ketidakadilan di Indonesia ini. Keadilan hanya mitos belaka. Apalagi keadilan mengenai kebijakan dari pemirintah Indonesia. Koar-koar membela rakyat kecil, ternyata setelah menjabat malah “molo” rakyat kecil, korupsi contohnya. Naiknya harga BBM kemarin, pada kalangan menengas ke atas setuju saja dengan kebijakan tersebut, namun pada kalangan bawah sangat kualahan menyesuaikan diri dengan kebijakan tersebut. Rakyat seperti dibungkam. DPR seperti tak mau ambil pusing. Kemerdekaan untuk berpendapat bagi siapapun tak ubahnya hanya fiktif. Katanya demokrasi, nyatanya ngapusi. Itu yang namanya keadilan? Kacau!

    Ketika melihat pada waktu Soeharto memimpin Indonesia, kawan-kawan PERS memberontak, mencoba mengkritik kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun, malah dibredel. Mengetahui hal itu, para sastrawan dan seniman tak hanya berpangku tangan. Mereka bertindak sesuai apa yang bisa mereka lakukan. Soeharto dan kebijakannya di kritik habis-habisan di cerpennya Seno Gumira Adjidarma berjudul Kematian Paman Gober, Saksi Mata,  Trilogi Penembak Misterius: Keroncong Pembunuhan, Bunyi Hujan di Atas Genting, dan juga Grhhh. Seno adalah seorang sastrawan yang juga berprofesi sebagai wartawan kala itu. Maka, ia paham sekali tentang polemik Negara Indonesia. Ia mengkritik tentang sosok Soeharto yang diharapkan cepat menemui ajalnya, tentang pembantaian di Timor Timur, tentang pemembakan misterius pada tahun 80-an, tentang rakyat yang “dipotong lidahnya”  agar tidak bisa berpendapat, dan masih banyak lagi.

    Indonesia memang negara yang besar dan kompleks, maka untuk memimpinnya pun membutuhkan kerja keras yang ekstra. Kami berharap siapa pun pemimpin Indonesia sekarang dan yang akan datang, semoga bisa membawa Indonesia menjadi negara yang diidam-idampakan oleh pancasila. Dengan catatan, rakyat Indonesia sendiri turut andil dalam menjalankan pengharapan tersebut. Indonesia Jaya!